SD KR. WIDYA WACANA PASARLEGI
  • Home
  • Why Us
  • SPMB
  • articles
  • Contact

Menghadapi Bullying dengan Bijaksana

10/3/2025

0 Comments

 
Siang itu, suasana kelas sebelum masuk kegiatan ekstrakurikuler begitu ramai. Masing-masing anak mulai dengan perpindahan kelas sesuai perminatan yang mereka inginkan. Seorang anak tidak ingin mengikuti ekstra yang sudah dipilihnya. Ada perasaan takut namun bingung untuk menyampaikan pada orang tuanya, sementara kostum untuk kelengkapan ekstra sudah dibeli. Apalagi, ketika memilih ektrakurikuler sudah diminta untuk diskusi dan mempertimbangkan dengan matang pilihannya. Kelebihan dan kekurangan pilihan, juga menjadi bahan pertimbangan. Tentu dengan pertimbangan tersebut, kami sebagai orang dewasa meminta si anak untuk mempertimbangkan keputusan pindah kelas ekstrakurikuler tersebut.

Dari pagi, saya dapat melihat kegelisahan anak tersebut. Saya mencoba bicara dari hati ke hati. Namun, sepertinya kebimbangan menguasainya. Tibalah saat masuk kelas ekstra. Si anak berlari menemui orang tuanya yang menunggu dan juga menarik tangan saya. Dia menangis sesenggukan. Mengatakan bahwa dia dipukul oleh temannya. Dia ingin pulang. Tidak ingin mengikuti ekstra. Kami bertanya, siapa yang memukulnya. Setelah menyebutkan nama teman yang memukul, kami mencoba bicara dan menyelesaikan. Tidak ada saksi mata sehingga kami kesulitan untuk menemukan kebenaran dari kejadian tersebut.

Pada akhirnya kami melihat rekaman CCTV. Pergerakan kedua anak tersebut dan apa yang dilakukan. Setelah mengamati, ternyata tidak ada pemukulan. Tuduhan itu tidak benar dan mediasi kami lakukan. Terjadi perdamaian. Tetapi akar masalah penyebab seorang anak rela menangis dan berdusta tersebut kami gali lagi. Bicara dengan anak dan kedua orang tua. Menyelesaikan kegalauan dan ketakutan yang dialami sang anak. Inilah momentum di mana guru, orang tua, dan anak terlibat menyelesaikan masalahnya. Bahwa pilihan ekstrakurikuler tersebut bisa dibicarakan.

Terkait cara menghadapi ketidaknyamanan dengan melakukan manipulasi juga perlu kami lakukan pendekatan secara mendalam. Karakter yang harus diperbaiki. Perasaan yang harus diungkapkan dengan benar melalui cara-cara yang baik. Yang juga perlu dipahami adalah, setiap anak punya hak untuk menyampaikan keinginan, keberatan, pendapatnya tanpa perlu merasa takut. Bahwa orang dewasa bukan orang yang harus ditakuti. Tetapi adalah teman mereka. Teman diskusi yang nyaman.

Maka sebagai orang dewasa, baik guru maupun orang tua, kami belajar menjadi jembatan yang menyamankan anak-anak menuju impiannya. Bukan memberi jarak. Karena bisa jadi, bullying terjadi karena kita tidak memberi kesempatan anak untuk bersuara. Bisa jadi, kita juga melakukan bullying secara non ferbal terhadap anak. Menuduh, memberi label, mempercayai sesuatu dengan tanpa bukti yang berakibat melukai orang lain, dan entah apa lagi yang tanpa sadar sudah kita lakukan. Maka, mari kita belajar melihat segala sesuatu lebih bijaksana.
Seperti lagu Serina Munaf, Lihatlah Lebih Dekat.
Pergilah sedih, pergilah resah
Jauhkanlah aku dari salah prasangka
Pergilah gundah, jauhkan resah
Lihat segalanya lebih dekat
Dan ku bisa menilai lebih bijaksana

Seperti firman Tuhan dalam Amsal 13:16a, "Orang bijaksana berpikir dahulu sebelum bertindak”. Sebagai guru dan orang tua, kita belajar menjadi bijaksana. Sebagai anak, kita belajar jujur pada diri sendiri dan rela untuk ditegur ketika melakukan kesalahan.
​
Oleh : Ibu Kristijorini, S.Pd
0 Comments

    Archives

    October 2025
    March 2025
    September 2024

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Why Us
  • SPMB
  • articles
  • Contact